Makna Filosofis Tari Bedhaya Ketawang
Bedhaya Ketawang merupakan suatu tarian yang berfungsi bukan hanya sebagai hiburan, karena tarian ini hanya ditarikan untuk sesuatu yang khusus dan dalam suasana yang sangat resmi. Tari Bedhaya Ketawang menggambarkan hubungan asmara Kanjeng Ratu Kidul dengan raja-raja Mataram. Semuanya diwujudkan dalam gerak-gerik tangan serta seluruh bagian tubuh, cara memegang sondher dan lain sebagainya. Semua kata-kata yang tercantum dalam tembang (lagu) yang mengiringi tarian, menunjukkan gambaran curahan asmara Kangjeng Ratu Kidul kepada sang raja.
Menurut kepercayaan masyarakat, setiap Tari Bedhaya Ketawang ini dipertunjukkan maka dipercaya Kangjeng Ratu Kidul akan hadir dalam upacara dan ikut menari sebagai penari kesepuluh. Tari Bedhaya Ketawang ini dibawakan oleh sembilan penari. Dalam mitologi Jawa, sembilan penari Bedhaya Ketawang menggambarkan sembilan arah mata angin yang dikuasai oleh sembilan dewa yang disebut dengan Nawasanga. Sebagai tarian sakral, ada beberapa syarat yang harus dimiliki oleh penarinya. Syarat utama adalah penarinya harus seorang gadis suci dan tidak sedang haid. Jika sedang haid maka penari tetap diperbolehkan menari dengan syarat harus meminta izin kepada Kangjeng Ratu Kidul dengan dilakukannya caos dhahar di Panggung Sangga Buwana, Keraton Surakarta. Syarat selanjutnya yaitu suci secara batiniah. Hal ini dilakukan dengan cara berpuasa selama beberapa hari menjelang pergelaran. Kesucian para penari benar-benar diperhatikan karena konon kabarnya Kangjeng Ratu Kidul akan datang menghampiri para penari yang gerakannya masih salah pada saat latihan berlangsung.
Sembilan penari Bedhaya Ketawang memiliki nama dan fungsi masing-masing. Tiap penari tersebut memiliki simbol pemaknaan tersendiri untuk posisinya:
Penari pertama disebut Batak yang disimbolkan sebagai pikiran dan jiwa.
Penari kedua disebut Endhel Ajeg yang disimbolkan sebagai keinginan hati atau nafsu.
Penari ketiga disebut Endhel Weton yang disimbolkan sebagai tungkai kanan.
Penari keempat disebut Apit Ngarep yang disimbolkan sebagai lengan kanan.
Penari kelima disebut Apit Mburi yang disimbolkan sebagai lengan kiri.
Penari keenam disebut Apit Meneg yang disimbolkan sebagai tungkai kiri.
Penari ketujuh disebut Gulu yang disimbolkan sebagai badan.
Penari kedelapan disebut Dhada yang disimbolkan sebagai badan.
Ubur-ubur ikan lele, kanjeng ratu kidul cidro leeπ
BalasHapusπππ
BalasHapusbudaya nya unik
BalasHapus